Menggosok gigi setidaknya dua kali sehari sudah menjadi salah satu ritual keseharian kita.
“Upacara” itu setidaknya mampu mencegah hadirnya plak, biang keladi sejumlah masalah di mulut.
Banyak
orang mengaku telah menggosok gigi setiap hari. Namun, mereka masih
saja mengeluh dihantam masalah gigi. Entah giginya berlubang, gusi
meradang, gigi berkarang, atau mulut bau naga. Lantas, apanya yang
salah? Giginya atau cara menggosoknya?
Berawal dari plak
Sejumlah
penelitian menunjukkan, biang kerok penyebab beberapa masalah yang
menimpa rongga mulut itu tak tahunya dental plaque atau plak gigi.
Berupa lapisan tipis bening yang menempel pada permukaan gigi, terkadang juga ditemukan pada
gusi dan lidah. Lapisan itu tidak lain kumpulan sisa makanan, dan
biasanya ditemani segelintir bakteri dan sejumlah protein dari air
ludah.
Celakanya, plak selalu
ngendon di dalam mulut karena bisa terbentuk setiap saat. Ia akan hilang
setelah dibersihkan secara mekanik dengan cara menggosok gigi. Akan
makin bersih kalau dilanjutkan dengan menggunakan benang gigi.
Bila
dibiarkan saja, plak yang menumpuk akan mengalami kalsifikasi, lalu
mengeras. Ujung-ujungnya, terbentuklah karang gigi atau calculus yang
keras dan melekat erat pada leher gigi. Itulah sebabnya gigi pada bagian itu berwarna kehitaman, kecokelatan, atau kehijauan.
Gangguan
yang ditimbulkan oleh karang gigi biasanya lebih parah. Jika dibiarkan
menumpuk, karang gigi dapat meresorbsi (menyerap) tulang alveolar
penyangga gigi. Akibatnya jelas, gigi menjadi goyang.
Karena
tampak oleh mata telanjang dan berhubungan dengan kosmetik, karang gigi
lebih sering mencuri perhatian. Sayangnya, kita tidak bisa mengatasinya
sendiri. Perlu bantuan dokter gigi untuk menghilangkannya dengan cara
scaling. Artinya, ya membuang karang gigi.
Bakteri-bakteri seperti Streptococcus mutans dan Streptococcus sanguine yang pada
keadaan normal memang berada di dalam rongga mulut - juga menimbulkan
persoalan. Ketika gerombolan bakteri itu bertemu dengan sisa makanan
(khususnya yang mengandung gula sukrosa) berikut enzim dari saliva, akan
terjadi reaksi fermentasi yang menghasilkan asam. Bila asam itu
terus-menerus diproduksi, akan terjadi proses demineralisasi atau
pelunakan lapisan email gigi terdekat (email bagian terluar dan terkeras
dari gigi). Karena email melunak, timbullah karies atau gigi berlubang.
Kalau menemukan spot (noktah) putih atau kecokelatan pada
gigi, itu pertanda awal terjadinya karies. Semakin lama noktah semakin
membesar, membentuk sebuah lubang. Biasanya masih belum ada keluhan rasa
sakit pada tahap ini. Namun, ketika proses demineralisasi berlanjut
sampai ke lapisan gigi berikutnya, yakni dentin, timbullah rasa ngilu
saat terkena rangsangan. Terang saja ngilu karena dentin memiliki
pori-pori yang berhubungan dengan jaringan saraf gigi.
Plak pada
jaringan gusi yang tidak dibersihkan secara teratur juga dapat
mengiritasi gusi sehingga gusi menjadi merah, mudah berdarah, dan
terkadang membengkak. Ini gejala awal terjadinya gingivitis (radang
gusi). Namun, karena terkadang tidak disertai rasa sakit, gejala itu
luput dari perhatian dan cenderung dibiarkan saja. Bila radang gusi
terus dibiarkan, gigi bisa goyang, dan akhirnya copot sendiri.
Kalau gigi sensitif
* Bisa
terjadi, gigi kita tidak berlubang, tetapi ketika menenggak minuman
dingin atau panas, mengunyah makanan manis atau asam, tiba-tiba gigi
terasa ngilu. Kalau itu yang terjadi, mungkin gigi kita sensitif.
Ada beragam penyebab gigi sering terasa ngilu bila terkena rangsangan suhu atau rasa. Di antaranya karena terjadi abrasi pada
leher gigi atau turunnya gusi (retraksi ginggiva) yang menyebabkan akar
gigi terbuka. Gigi terabrasi atau gusi turun biasanya akibat tindakan
kita sendiri yang kurang tepat. Umpamanya, cara menggosok gigi yang
tidak benar atau memakai sikat gigi yang terlalu keras bulunya.
Gigi
sensitif bisa pula akibat terkikisnya email gara-gara memakai pasta gigi
yang mengandung bahan bersifat terlalu abrasif. Karena email tererosi,
dentin menjadi terbuka, tidak terlindung. Akibatnya, gigi menjadi
sensitif bila terkena rangsangan.
Usia
tua juga bisa menyebabkan gigi sensitif, gara-gara retraksi (penurunan)
gusi yang terjadi secara fisiologis. Gigi sensitif bisa pula timbul
setelah dilakukan scaling. Pada saat itu akar gigi terekspos, sehingga peka terhadap rangsangan. Namun, pada kasus ini biasanya rasa ngilu akan hilang dengan sendirinya begitu gusi menutup kembali.
Apabila
gigi terasa ngilu jika ujung kuku kita menyentuh daerah leher gigi dan
di situ terdapat cekungan yang cukup dalam, itu pertanda terjadi abrasi
yang sudah cukup dalam. Inilah saatnya untuk berkonsultasi dengan dokter
gigi guna perawatan selanjutnya. Namun, jika belum terdapat cekungan,
segera saja ganti sikat gigi dengan yang lebih lunak. Selain itu,
perbaiki teknik dalam menggosok gigi, dan gunakan pasta gigi khusus
untuk gigi sensitif.
Biasanya,
pasta gigi khusus untuk gigi sensitif mengandung sodium
monofluorofosfat atau strontium klorida. Menurut penelitian, kedua bahan
itu akan membantu menutup pori-pori dentin yang terbuka sehingga
melindungi jaringan saraf dari rangsangan suhu maupun rasa. Efeknya baru
terasa setelah beberapa saat pemakaian, dan khasiatnya akan berakhir
bila pemakaian dihentikan. Maka pemakaian teratur pasta gigi khusus
untuk gigi sensitif ini sangat dianjurkan.
Makanan
yang bersifat asam, seperti minuman bersoda dan makanan masam,
sebaiknya dihindari. Kandungan asam akan turut meningkatkan suasana asam
yang akan mengikis bahan pelindung yang menutup pori-pori dentin.
MENGATASI BAU MULUT
* Pernah dengar istilah halitosis? Ya, itulah nama lain bau mulut.
Bau
mulut merupakan hasil metabolisme kuman rongga mulut dan sisa-sisa
makanan, yang berupa gas yang disebut volatile sulfur compound (VSCs).
Gas ini terdiri atas zat hidrogen sulfid, metil mercaptan, dimetil
disulfid, dan dimetil sulfid. Zat-zat tersebut selalu dihasilkan dalam proses metabolisme dari bakteri atau flora normal rongga mulut. Jadi VSCs dalam keadaan normal pasti ada pada rongga mulut semua orang.
Namun,
dia akan menjadi masalah ketika terjadi peningkatan kadar VSCs di dalam
mulut, yakni ketika ada peningkatan aktivitas bakteri anaerob di dalam
mulut yang menyebabkan bau dari VSCs ini akan tercium oleh indera
penciuman. Peningkatan aktivitas itu bisa karena rendahnya kadar oksigen
di dalam rongga mulut yaitu saat produksi saliva atau air liur menurun,
bisa juga karena adanya karang gigi atau gigi berlubang (karies).
Cara mengatasinya antara lain:
* Jagalah kesehatan dan kebersihan gigi dan mulut dengan menggosok gigi dua kali sehari, pagi dan malam sebelum tidur.
*
Jangan lupa sikatlah juga lidah Anda, karena permukaan lidah yang tidak
rata memungkinkan adanya sisa makanan tersangkut di sana.
* Usahakan sesering mungkin mengonsumsi air putih, tetapi hindari minum kopi karena akan memperparah keadaan.
*
Mengunyah permen karet yang sweetless atau yang tidak mengandung gula
juga bisa membantu untuk merangsang produksi saliva, terutama bagi
mereka yang memiliki saliva kental.
* Mengunjungi dokter gigi Anda. Mungkin ada gigi yang berlubang atau ada karang gigi.