Lebah
adalah serangga luar biasa. Sengatan dan produk turunannya membantu
mengatasi berbagai penyakit, dari alergi hingga gangguan saraf, dan
meningkatkan daya tahan. Pengobatan dengan lebah dan produknya disebut
apiterapi.
Disebutkan
dalam Alquran surat An Nahl ayat 68-69, di dalam madu lebah terdapat
obat yang menyembuhkan bagi manusia. Produk turunan yang dihasilkan
lebah ada 13 buah, di antaranya madu, propolis, royal jelly, pollen, bee
venom, lilin lebah, madu sarang, roti lebah, larva lebah, dan phedra.
Kata
aphitherapy (apiterapi) adalah perpaduan bahasa Latin, aphis berarti
lebah dan therapy, pengobatan. Apiterapi didefinisikan sebagai upaya
pengobatan komplementer untuk tujuan prefentif, kuratif, dan
rehabilitasi menggunakan lebah dan produk turunannya.
Penggunaan
madu lebah untuk kesehatan, kata Dr. Adji Suranto, Sp.A, dari
Perhimpunan Dokter Indonesia Pengembang Kesehatan Tradisional Timur
(PDPKT) DKI Jakarta, telah diketahui sejak ribuan tahun lalu. Lukisan
karang zaman batu (6000 SM) memperlihatkan kegiatan honey hunting. Bukti
tertua penggunaan madu untuk mengobati infeksi kulit dan luka, borok,
penyakit mata dan telinga, tertulis dalam keramik bangsa Samaria (2000
SM).
The
Ebers Papyrus (1550 SM) mencatat resep-resep madu untuk pemakaian luar,
yaitu untuk terapi kebotakan, luka bakar, abses, dan pereda nyeri. Madu
juga dimanfaatkan untuk menyembuhkan luka usai pembedahan, termasuk
sunat, supositoria, mengurangi peradangan, serta meredakan kaku sendi.
Hingga
tahun 1990, katun yang direndam dalam jus lemon dan madu masih
digunakan sebagai alat kontrasepsi. Penggunaan sengat lebah untuk terapi
nyeri sendi dan artritis telah lama dilakukan oleh bangsa Yunani.
Pelopornya adalah bapak kedokteran modern, Hippocrates. Tahun 1888, Dr.
Philip Tere dari Perancis meneliti hubungan antara sengat lebah dan
rematik.
Apipuntur
Sebelumnya,
tahun 1864, Prof. Libowsky melaporkan kesembuhan pasiennya yang
menderita rematik dan neuralgia setelah diterapi dengan sengatan lebah.
Pengobatan menggunakan sengat (bisa) lebah dikenal sebagai apipuntur.
Apipuntur, kata Dr. Adji, adalah bagian dari apiterapi. Apipuntur
memanfaatkan bee venom dan metode akupuntur. Lebah untuk terapi ini
jenis Apis mellifera dan Apis cerana.
Apipuntur
sendiri merupakan bagian dari apiterapi. Sengat atau racun lebah sangat
baik untuk menormalkan segala aktivitas pembuluh darah dan saraf.
“Hasil penelitian menunjukkan bahwa sengat lebah mengandung melitin,
apamin, peptida 401 (MDC), inhibitor protease, dan norepinephrine,” kata
dokter yang mendalami pengobatan komplementer sejak tahun 1999 ini.
Apiterapi
secara umum dimanfaatkan untuk meredakan gangguan rematik, masuk angin,
flu, salah urat, hingga penyakit berat, seperti darah tinggi, diabetes,
dan kanker. Cara ini pun diklaim efektif untuk mengobati penyakit
degeneratif, seperti stroke. Dalam praktik apipuntur, dituturkan Dr.
Adji, sengat lebah yang dimasukkan ke dalam tubuh dilakukan dengan dua
cara, yakni langsung (direct bee sting) dan lewat suntikan berisi racun
lebah.
“Racun
lebah diambil dari antibodi murni seseorang yang sudah sering disengat
lebah,” katanya. Jumlah sengatan tergantung pada jenis penyakit. Namun,
satu sengatan di titik-titik tertentu dianggap cukup sebagai perkenalan.
“Dalam terapi berikutnya, titik-titik tersebut disengat lagi, tetapi
tidak boleh lebih dari 10 sengatan,” ujar pria satu anak ini.
Sengatan
lebah yang sedang bereaksi di tubuh ditandai dengan ketidaknormalan
sejenak yang sifatnya individual. Reaksi pasien berbeda-beda, apakah
sebelumnya pernah disengat lebah atau tidak. Biasanya pasien akan
mengalami reaksi lokal dan sistemik. Ciri reaksi lokal adalah
pembengkakan di sekitar lokasi sengatan, gejala klinisnya gatal, nyeri,
dan kaku. Reaksi sistemik berupa demam, lemas, telinga berdengung, dan
pusing.
Menurut
Dr. Adji, bila reaksi itu terjadi pada pasien yang sensitif, diganti
dengan pemberian obat antihistamin selama 10 hari. Selanjutnya baru
boleh dilakukan apiterapi lagi. Kondisi di atas, kata dokter lulusan
FKUI 1988 ini, adalah alamiah karena racun lebah sedang bereaksi di
dalam tubuh. Seperti saat kita diimunisasi.
Untuk
menetralkan kondisi tersebut, ia menganjurkan konsumsi madu dan
mengoleskan minyak gosok di bagian yang bengkak dan gatal. Karena itu,
terapi sengat lebah akan lebih efektif bila dikombinasikan dengan
pemberian madu, propolis, pollen, atau royal jelly.
Meski
dikombinasi, tidak semua jenis penyakit bisa disembuhkan dengan terapi
yang sama. Contohnya, untuk kencing manis, terapi tambahan yang
digunakan adalah pollen dan propolis. Untuk gangguan katarak, selain
sengat lebah, terapinya berupa tetes mata madu trigona dan madu lebah.
Untuk gangguan rematik, ada dua titik yang disengat, yakni titik lokal
di mana yang sakit dan titik sistemik, yaitu titik akupuntur zusanli
(daerah bercekung di bawah lutut).
Selain
sengatan di titik itu ditambah konsumsi royal jelly, propolis, dan
citosan. Terapi apipuntur dilakukan dalam 12 kali pertemuan. “Biasanya
pada kunjungan pertama titik yang disengat hanya satu. Hari berikutnya
ditambah satu titik sengatan lagi. Begitu seterusnya. Lamanya sengatan
antara 10-15 menit. Setelah itu bisa diulang lagi,” katanya.
Pemanfaatan
apipuntur, tambah Dr. Adji, ditentukan oleh jenis penyakit, umur
pasien, dan kontraindikasinya. Wanita hamil, bayi, anak-anak, dan orang
lanjut usia dianjurkan tidak menjalani terapi ini.